PSIKOLOGI DAN TEKNOLOGI INTERNET (tugas 13)
PENELITIAN PSIKOLOGI DAN INTERNET
PSIKOLOGI DAN TEKNOLOGI INTERNET
(POKOK BAHASAN 13)
PENELITIAN PSIKOLOGI DAN INTERNET
1. PENDAHULUAN
A. PUBLIKASI ONLINE
Publikasi online adalah suatu informasi atau pesan atau pengumuman dalam online atau dipublikasikan atau diterbitkan dalam dunia internet melalui media elektronik.
B. ETIKA PENELITIAN ONLINE
Etika Penelitian internet adalah seperangkat asas atau nilai yang berkenaan dengan penggunaan komputer. Etika berasal dari 2 suku kata yaitu etika (bahasa Yunani: ethos) adalah adat istiadat atau kebiasaan yang baik dalam individu, kelompok maupun masyarakat dan komputer (bahasa Inggris: to compute) merupakan alat yang digunakan untuk menghitung dan mengolah data.
2. ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. PUBLIKASI ONLINE
Publikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1976), adalah penyiaran. Menurut Kamus Islilah Periklanan Indonesia, publikasi adalah setiap materi yang dicetak, diterhitkan, serta diedarkan untuk disampaikan pada khalayak umum dalam format apapun seperti majalah, surat kabar (Nuradi, 1 996:136). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa publikasi merupakan suatu kegiatan komunikasi berupa menyiarkan, menerbitkan mengedarkan dan menyampaikan suatu materi, seperti objek, ide, gagasan dan informasi yang disampaikan pada khalayak umum atau masyarakat dalam bentuk / media apapun. Suatu kegiatan publikasi bertujuan sebatas menginformasikan dan memberitahukan suatu materi pada khalayak umum. Kegiatan publikasi memerlukan media penyampaian dan penerima pesan. Sedangkan, pengertian online yaitu keadaan dimana komputer terhubung dengan internet baik melalui modem, wi fi atau lan dan baik sedang digunakan atau tidak oleh pengguna komputer tersebut. Jadi, pengertian publikasi online adalah suatu informasi atau pesan atau pengumuman dalam bentuk online yang diterbitkan dalam dunia internet melalui media elektronik.
Publikasi online sangat bermanfaat bagi setiap orang apalagi di jaman yang serba canggih seperti sekarang ini. Banyak hal diumumkan melalui internet seperti berjualan, memberi info produk baru atau produk bekas yang masih ingin dijual. Bagi perusahaan yang memasarkan barangnya melalui publikasi online, tentu sangat mengirit biaya. Perusahaan hanya perlu menyiapkan design semenarik mungkin agar banyak orang yang tertarik untuk mencari tau keunggulan atau kelemahan dari produk tersebut. Publikasi online ini sangat berguna untuk memberi informasi kepada masyakarat yang ingin membeli produk, bahkan bisa dipesan secara online.
B. ETIKA DALAM PENELITIAN INTERNET
Mendengar kata penelitian, mungkin pertanyaan awal yang ada dalam benak kita dan setiap orang yang merasa terusik dengan istilah “penelitian” adalah mengapa orang melakukan penelitian ? pertanyaan sederhana dan mendasar ini pada dasarnya tidak lepas dari sifat dasar manusia yang serba ingin tahu terhadap sesuatu yang mengusiknya. Disamping itu, minimal ada empat sebab yang melatar belakangi orang melakukan penelitian menurut Sukmadinata (2008 : 2) yaitu Pertama, karena pengetahuan, pemahaman dan kemampuan manusia sangat terbatas dibandingkan dengan lingkungannya yang begitu luas. Banyak hal yang tidak diketahui, dipahami, tidak jelas dan mneimbulkan keraguan dan pertanyaan bagi dirinya. Ketidaktahuan, ketidakpahaman, dan ketidakjelasan seringkali menimbulkan rasa takut dan rasa terancam.
Kedua, manusia memiliki dorongan untuk mengetahui atau cariousity. Manusia selalu bertanya, apa itu, bagaimana itu, mengapa begitu dan sebagainya. Bagi kebanyakan orang, jawaban-jawaban sepintas dan sederhana mungkin sudah memberikan kepuasan, tetapi bagi orang-orang tertentu, para ilmuwan, peneliti dan para pemimpin dibutuhkan jawaban yang lebih mendalam, lebih rinci dan lebih komrehensif. Ketiga, manusia di dalam kehidupannya selalu dihadapkan kepada masalah, tantangan, ancaman, kesulitan baik di dalam dirinya, keluarganya, masyarakat sekitarnya serta dilingkungan kerjanya. Masalah, tantangan dan kesulitan tersebut membutuhkan penjelasan, pemecahan dan penyelesaian. Tidak semua masalah dan kesulitan dapat segera dipecahkan. Masalah-masalah yang pelik, sulit dan kompleks membutuhkan penelitian untuk pemecahan dan penyelesaiannya.
Keempat, manusia merasa tidak puas dengan apa yang telah dicapai, dikuasai, dan dimilikinya, ia selalu ingin yang lebih baik, lebih sempurna, lebih memberikan kemudahan, selalu ingin menambah dan meningkatkan “kekayaan” dan fasilitas hidupnya. Berangkat dari landasan berpikir di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya orang melakukan kegiatan penelitian tiada lain disamping untuk memenuhi rasa ingin tahu terhadap sebuah gejala atau peristiwa juga untuk memecahkan masalah secara ilmiah dan dapat diterima dengan logika kemanusiaan. Dari hasil penelitian itu pula maka manusia dapat mengembangkan pengetahuan yang bermakna bagi kehidupan ilmiah maupun kehidupan sosial. Untuk itulah, dalam kerangka menjaga kemurnian hasil penelitian yang dilakukan serta untuk menjaga timbulnya berbagai persoalan dari hasil penelitian yang dilakukan maka persoalan etika menjadi sebuah keniscayaan yang harus diperhatikan dalam penelitian. Etika yang dimaksud, baik berupa etika sosial maupun etika ilmiah yang berkaitan langsung dengan aspek penelitian.
Makna Etika
Istilah etika sering disamakan dengan moral. Etika berasal dari bahasa yunani “ethos, ethikos”. Dalam bahasa latin istilah “ethos, ethikos” disebut “mos” atau moralitas. Baik ethos maupun moral artinya : adat istiadat, kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia kedua-duanya diterjemahkan dengan kesusilaan (Frans von Magnis, 1975). Tetapi antara kedua istilah tersebut terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut menurut J. Verkuyl (1979 : 15) yaitu “dalam pemakaian di kalangan ilmu pengetahuan kata etika itu telah mendapat arti yang lebih dalam dari pada kata moral. Kata moral telah mendangkal artinya. Kadang-kadang “moral” dan “mos” atau “mores” hanya kelakuan lahir saja, tetapi senantiasa menyinggung juga kaidah dan motif-motif perbuatan seseorang yang lebih dalam. Dari beberapa penulis filsafat mengatakan bahwa atika adalah “filsafat moral”.
Istilah moral biasanya dipergunakan untuk memberikan penilaian atau predikat terhadap tingkah laku manusia. Karena itu, untuk memahami pengertian moral sangat erat hubungannya dengan etika. Etika adalah suatu ilmu cabang filsafat yang objek kajiannya adalah tingkah laku manusia ditinjau dari nilai baik atau buruknya.
Berkenaan dengan hal diatas, dalam ranah kegiatan penelitian “etika” dijadikan ukuran kepatutan tentang boleh atau tidaknya, baik atau buruknya sebuah aspek-aspek tertentu dalam kegiatan penelitian. Hal ini diperlukan karena bagaimanapun juga esensi penelitian adalah untuk mencari kebenaran dari sebuah gejala yang muncul. Kebenaran yang dihasilkan dalam sebuah penelitian adalah kebenaran empirik dan kebenaran logis. Ford dalam Lincoln dan Guba (1985 : 14) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kebenaran empirik yaitu apabila konsisten dengan alam, dalam bentuk menerima atau menolak hipotesis atau prediksi. Sedangkan kebenaran logis yaitu apabila hipotesis atau prediksi konsisten atau sesuai secara logis dengan hipotesis atau prediksi terdahulu yang sudah dinyatakan benar. Untuk itu, dalam rangka melahirkan sebuah kebenaran empirik dan logis sebagai hasil penelitian yang sitematis dan logis pula maka dibutuhkan etika sebagai piranti sekaligus rambu bagi peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian. Berikut etika penelitian yang dimaksud :
1. Penelitian sebagai Pencarian Ilmiah yang berpola
Tujuan akhir dari suatu penelitian adalah mengembangkan dan menguji teori. Oleh karena itu, penelitian harus dilandaskan pada teori-teori yang relevan dengan masalah penelitan yang diangkat. McMilan dan Schumacher mengutip pendapat Walberg (1986), mengatakan bahwa ada lima langkah pengembangan pengetahuan melalui penelitian, yaitu: (1) mengidentifikasi masalah penelitian, (2) melakukan studi empiris, (3) melakukan replikasi atau pengulangan, (4) menyatukan (sistesis) dan mereviu, (5) menggunakan dan mengevaluasi oleh pelaksana.
adanya peraturan yang harus dilakukan dalam etika penelitian dalam Internet
1. Menghormati martabat subjek penelitian
Penelitian yang dilakukan harus manjunjung tinggi martabat seseorang (subjek penelitian). Dalam melakukan penelitian, hak asasi subjek harus dihargai.
2. Asas kemanfaatan. Penelitian yang dilakukan harus mepertimbangkan manfaat dan resiko yang mungkin terjadi. Penelitian boleh dilakukan apabila manfaat yang diperoleh lebih besar daripada resiko/dampak negatif yang akan terjadi. Selain itu, penelitian yang dilakukan tidak boleh membahayakan dan harus menjaga kesejahteraan manusia.
3. Berkeadilan.
Dalam melakukan penelitian, setiap orang diberlakukan sama berdasar moral, martabat, dan hak asasi manusia. Hak dan kewajiban peneliti maupun subjek juga harus seimbang.
4. Informed consent.
Informed consent merupakan pernyataan kesediaan dari subjek penelitian untuk diambil datanya dan ikut serta dalam penelitian. Aspek utama informed consent yaitu informasi, komprehensif, dan volunterness. Dalam informed consent harus ada penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan. Baik mengenai tujuan penelitian, tatacara penelitian, manfaat yang akan diperoleh, resiko yang mungkin terjadi, dan adanya pilihan bahwa subjek penelitian dapat menarik diri kapan saja.
dan dalam Penelitian yang dilakukan harus menghargai kebebasan individual untuk bertindak sebagai responden atau subjek penelitian dalam melakukan survey di internet. Responden harus dijamin dan dilindungi karena pengambilan data dalam penelitian akan menyinggung ke arah hak asasi manusia. Meskipun suatu penelitian sangat bermanfaat namun apabila melanggar etika penelitian maka penelitian tersebut tidak boleh dilaksanakan.
C. BERBAGAI HASIL PENELITIAN DAN TEKNIK PENELITIAN INTERNET
Komputer dan Internet Mengubah Ingatan Manusia
Komputer dan internet mengubah sifat ingatan manusia, demikian kesimpulan penelitian yang dimuat di majalah Science. Penelitian psikologi menunjukkan bahwa jika seseorang diajukan pertanyaan-pertanyaan sulit, mereka akan memikirkan komputer.
Ketika mereka mengetahui bahwa berbagai fakta nantinya akan didapat lewat komputer maka ingatan mereka menjadi tidak begitu baik karena mereka mengetahui dapat mengandalkan sumber lain.
Para peneliti mengatakan internet bertindak sebagai "ingatan transaktif". Penulis laporan Betsy Sparrow dari Universitas Columbia mengatakan ingatan transaktif "adalah ide adanya sumber ingatan luar-tempat penyimpanan di pihak lain". "Ada ahli-ahli hal tertentu dan kita membiarkan mereka bertanggung jawab atas informasi tersebut," katanya.
Penulis lain laporan Daniel Wegner, yang pertama kali mengusulkan konsep ingatan transaktif dalam bab sebuah buku berjudul Ketergantungan Kognitif pada Hubungan Dekat, menemukan pasangan yang sudah lama hidup bersama saling membantu saat mengingat sesuatu.
"Saya berpikir internet menjadi sebuah bentuk ingatan transaktif dan saya ingin mengujinya," kata Dr Sparrow.
Di mana, bukan apa
Bagian pertama pengkajian adalah menguji apakah peserta penelitian "langsung" memikirkan komputer dan internet begitu diajukan pertanyaan sulit. Tim menggunakan tes Stroop yang dimodifikasi.
Tes Stroop standar mengukur berapa lama waktu yang diperlukan partisipan untuk membaca sebuah kata warna sementara kata tersebut berbeda warna, misalnya kata "hijau" ditulis dengan warna biru. Waktu reaksi meningkat ketika, bukannya kata warna, para partisipan ditanyakan untuk membaca kata-kata tentang topik yang kemungkinan sudah ada dalam pikiran. Dengan cara ini tim peneliti menunjukkan bahwa, setelah diberikan topik dengan jawaban ya/tidak, waktu reaksi terhadap istilah yang terkait dengan internet sangat lebih lama. Ini adalah sebuah isyarat partisipan tidak mengetahui jawaban, dan mereka sudah mempertimbangkan untuk menjawab dengan menggunakan komputer.
Dalam percobaan lebih mendalam para peserta penelitian diberikan serangkaian fakta. Setengahnya diminta menyimpannya pada sejumlah folder di komputer, setengahnya diberitahu bahwa fakta-fakta tersebut akan dihapus. Ketika diminta untuk mengingat fakta tadi, kelompok yang mengetahui informasi tidak akan didapat lagi menunjukkan kinerja yang sangat lebih baik dibandingkan kelompok yang menyimpan fakta dalam berkas di komputer.
Tetapi kelompok yang mengharapkan informasi tersebut akan didapat nantinya, sangat bagus ingatannya dalam mengingat folder tempat penyimpanan informasi. "Ini mengisyaratkan bahwa dalam kaitan dengan berbagai hal yang bisa kita dapatkan di internet, kita cenderung menempatkan ingatan online kita cenderung menyimpannya di luar," kata Dr Sparrow.
Dia mengatakan kecenderungan partisipan untuk mengingat lokasi informasi, bukannya informasi itu sendiri, merupakan isyarat orang semakin tidak bisa mengingat sesuatu, mereka hanya mengatur penempatan informasi dalam jumlah besar agar nantinya mudah didapat.
"Saya tidak menganggap Google membuat kita bodoh, kita hanya mengubah cara mengingat. Jika kita bisa mendapatkannya di internet meskipun sedang berjalan-jalan, maka ketrampilan yang diperlukan, yang perlu diingat adalah ke mana harus mendapatkan informasi. Sama seperti dalam kaitannya dengan orang, ketrampilan yang diperlukan adalah mengingat siapa yang perlu ditemui (untuk mengetahui hal tertentu)," katanya.
Efek Psikologis Facebook bagi Kesehatan Mental
Beberapa waktu lalu muncul laporan mengenai tanda-tanda orang kecanduan Facebook atau situs jejaring sosial lainnya, misalnya Anda mengubah status lebih dari dua kali sehari dan rajin mengomentari perubahan status teman. Anda juga rajin membaca profil teman lebih dari dua kali sehari meski ia tidak mengirimkan pesan atau men-tag Anda di fotonya.
Laporan terbaru dari The Daily Mail menyebutkan, kecanduan situs jejaring sosial seperti Facebook atau MySpace juga bisa membahayakan kesehatan karena memicu orang untuk mengisolasikan diri. Meningkatnya pengisolasian diri dapat mengubah cara kerja gen, membingungkan respons kekebalan, level hormon, fungsi urat nadi, dan merusak performa mental. Hal ini memang bertolak belakang dengan tujuan dibentuknya situs-situs jejaring sosial, di mana pengguna diiming-imingi untuk dapat menemukan teman-teman lama atau berkomentarmengenai apa yang sedang terjadi pada rekan Anda saat ini.
Suatu hubungan mulai menjadi kering ketika para individunya tak lagi menghadiri sosial gathering, menghindari pertemuan dengan teman-teman atau keluarga, dan lebih memilih berlama-lama menatap komputer (atau ponsel). Ketika akhirnya berinteraksi dengan rekan-rekan, mereka menjadi gelisah karena "berpisah" dari komputernya.
Si pengguna akhirnya tertarik ke dalam dunia artifisial. Seseorang yang teman-teman utamanya adalah orang asing yang baru ditemui di Facebook atau Friendster akan menemui kesulitan dalam berkomunikasi secara face-to-face. Perilaku ini dapat meningkatkan risiko kesehatan yang serius, seperti kanker, stroke, penyakit jantung, dan dementia (kepikunan), demikian menurut Dr Aric Sigman dalam The Biologist, jurnal yang dirilis oleh The Institute of Biology.
Pertemuan secara face-to-face memiliki pengaruh pada tubuh yang tidak terlihat ketika mengirim e-mail. Level hormon seperti oxytocin yang mendorong orang untuk berpelukan atau saling berinteraksi berubah, tergantung dekat atau tidaknya para pengguna. Beberapa gen, termasuk gen yang berhubungan dengan sistem kekebalan dan respons terhadap stres, beraksi secara berbeda, tergantung pada seberapa sering interaksi sosial yang dilakukan seseorang dengan yang lain.
Menurutnya, media elektronik juga menghancurkan secara perlahan-lahan kemampuan anak-anak dan kalangan dewasa muda untuk mempelajari kemampuan sosial dan membaca bahasa tubuh. "Salah satu perubahan yang paling sering dilontarkan dalam kebiasaan sehari-hari penduduk Inggris adalah pengurangan interaksi dengan sesama mereka dalam jumlah menit per hari. Kurang dari dua dekade, jumlah orang yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang dapat diajak berdiskusi mengenai masalah penting menjadi berlipat."
Kerusakan fisik juga sangat mungkin terjadi. Bila menggunakan mouse atau memencet keypad ponsel selama berjam-jam setiap hari, Anda dapat mengalami cidera tekanan yang berulang-ulang. Penyakit punggung juga merupakan hal yang umum terjadi pada orang-orang yang menghabiskan banyak waktu duduk di depan meja komputer. Jika pada malam hari Anda masih sibuk mengomentari status teman Anda, Anda juga kekurangan waktu tidur. Kehilangan waktu tidur dalam waktu lama dapat menyebabkan kantuk berkepanjangan, sulit berkonsentrasi, dan depresi dari sistem kekebalan. Seseorang yang menghabiskan waktunya di depan komputer juga akan jarang berolahraga sehingga kecanduan aktivitas ini dapat menimbulkan kondisi fisik yang lemah, bahkan obesitas.
Tidak heran jika Dr Sigman mengkhawatirkan arah dari masalah ini. "Situs jejaring sosial seharusnya dapat menjadi bumbu dari kehidupan sosial kita, namun yang kami temukan sangat berbeda. Kenyataannya situs-situs tersebut tidak menjadi alat yang dapat meningkatkan kualitas hidup, melainkan alat yang membuat kita salah arah," tegasnya.
Namun, bila aktivitas Facebook Anda masih sekadar sign in, mengonfirmasi friend requests, lalu sign out, tampaknya Anda tak perlu khawatir bakal terkena risiko kanker, stroke, bahkan menderita pikun.
Rajin Twitter-an Sama dengan Rajin Masturbasi
Penelitian: Rajin Twitter-an Sama dengan Rajin Masturbasi. Kebiasaan masturbasi bisa dilihat dari aktivitas seseorang di jejaring sosial khususnya Twitter. Survei membuktikan, seseorang yang rajin nge-tweet umumnya 2 kali lebih doyan melampiaskan hasrat seksualnya dengan tangan sendiri.
Survei tersebut dilakukan terhadap 21.315 pengguna situs perjodohan OK Cupid dengan rentang usia antara 18-24 tahun. Peneliti mengamati seberapa sering para responden beraktivitas di Twitter, lalu membandingkan dengan kecenderungannya untuk masturbasi.
Hasilnya cukup mengejutkan, sebagian besar responden dari kelompok yang rajin nge-tweet setiap hari mengaku sering masturbasi. Rasionya 2:1 bila dibandingkan dengan kecenderungan masturbasi pada kelompok responden yang hanya nge-tweet beberapa hari sekali.
Seorang pakar psikologi seksual dari Amerika Serikat, Dr Kat Van Kirk menduga penyebabnya adalah kemudahan akses terhadap ‘stimulasi visual’. Pengguna Twitter selalu terhubung dengan internet, sehingga lebih dekat dengan gambar atau video yang bisa merangsang birahi.
“Level komunikasi pada pengguna Twitter lebih tinggi dibanding yang lain. Jika mereka banyak waktu untuk nge-tweet, mereka pasti juga punya waktu untuk masturbasi,” ungkapnya seperti dikutip dari MensHealth.com, Senin (25/4/2011).
Meski begitu, tidak semua pakar sependapat dengan hasil survei tersebut. Pakar kesehatan reproduksi dari Indiana University, Debby Herbenick, PhD menilai survei informal semacam itu terlalu lemah untuk ditarik kesimpulan yang bisa berlaku umum.
Terlebih, para pengguna Twitter cenderung bersifat lebih ekstrovert atau terbuka untuk menyampaikan pendapat. Tanpa metode yang valid, survei itu bisa saja diartikan bahwa para pengguna Twitter hanya lebih jujur mengakui kebiasaannya melakukan masturbasi.
3. KESIMPULAN
Internet menawarkan berbagai fasilitas yang memudahkan penggunanya salah satunya adalah publikasi online. Banyak yang dapat dilakukan dalam publikasi online misalnya berjualan atau memasarkan produk-produk baru. Internet juga dapat dijadikan sebagai media penelitian. Namun, ada etika yang harus diperhatikan karena meskipun suatu penelitian sangat bermanfaat namun apabila melanggar etika penelitian maka penelitian tersebut tidak boleh dilaksanakan.
4. REFERENSI
http://acherryz.blogspot.com/2012/11/final-softskill-psikologi-teknologi.html
http://renterendivo.blogspot.com/2012/11/etika-penelitian-dalam-internet.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar