Freud memandang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik, mekanistik,
dan reduksionistik. Di mana manusia dideterminasi oleh
kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tidak sadar,
kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan
oleh peristiwa-pristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima tahun
pertama dari kehidupan. Freud menekankan peran naluri-naluri yang
bersifat bawaan dan biologis, ia juga menekankan pada naluri seksual dan
impuls-impuls agresif. Menurutnya tujuan segenap kehidupan adalah
kematian, kehidupan ini adalah tidak lain jalan melingkar ke arah
kematian.
Sumbangan
terbesar Freud adalah konsep-konsepnya tentang kesadaran dan
ketidaksadaran yang merupakan dasar atau kunci untuk memahami tingkah
laku dan masalah kepribadian. Dengan kepercayaannya bahwa sebagian besar
fungsi psikologis terletak di luar kawasan kesadaran, maka
sasaran terapi psikoanalitik adalah membuat motif-motif tidak sadar
menjadi disadari. Dari perspektif ini, terapi adalah upaya menyingkap
makna gejala-gejala, sebab-sebab tingkah laku, dan bagian-bagian yang
direpresi yang menghalangi fungsi psikologis yang sehat.
Selain
kesadaran, kecemasan juga menjadi hal yang esensial untuk menggambarkan
tentang sifat manusia. Apabila tidak dapat mengendalikan kecemasan
melalui cara-cara yang rasional dan langsung maka ego akan mengandalkan
cara-cara yang tidak relistis yaitu tingkah laku yang berorientasi pada
pertahanan ego. Freud menyakini bahwa individu yang hati
nuraninya berkembang baik cenderung merasa berdosa apabila dia melakukan
sesuatu yang berlawanan dengan kode moral yang dimilikinya.
Berdasarkan
dari teori yang dikembangkan Freud, prinsip-prinsip psikonalisis
tentang hakikat manusia didasarkan pada asumsi-asumsi :
a. Pengalaman masa kanak-kanak mempengaruhi perilaku pada masa dewasa
b. Proses mental yang tidak disadari mengintegrasi perilaku-perilaku
c. Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan mengembangkan diri melalui dorongan libido dan agresivitasnya sejak lahir
d. Secara umum perilaku manusia bertujuan untuk meredakan ketegangan, menolak kesakitan dan mencari kenikmatan
e. Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan seksual mengarah pada perilaku neurosis
f. Pembentukan simptom merupakan bentuk defensif
g. Apa
yang terjadi pada seseorang saat ini dihubungkan pada sebab-sebab di
masa lampaunya dan memotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan di masa yang
akan datang
h. Latihan
pengalaman di masa kanak-kanak berpengaruh penting pada perilaku masa
dewasa dan diulangi dalam transferensi selama proses terapi.
C. PERKEMBANGAN PERILAKU
1. Struktur Kepribadian
Menurut
pandangan Psikoanalisa, struktur kepribadian manusia tersusun secara
struktural, dimana terdapat subsistem yang berinteraksi secara dinamis,
yaitu id, ego, dan superego.
a) Id,
atau biasa disebut struktur kepribadian primitif adalah sistem
kepribadian yang dimiliki individu sejak lahir, yang dihubungkan dengan
faktor biologis dan hereditas. Digerakkan oleh libido, yaitu
energi psikis untuk dapat beradaptasi secara fisiologis dan sosial
untuk mempertahankan dan mengembangkan spesiesnya. Prinsip kerjanya
selalu mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit atau
ketidaknyamanan. Tempatnya ada pada alam bawah sadar dan secara langsung
berpengaruh terhadap perilaku seseorang tanpa disadari.
Menurut Freud terdapat dua insting dasar dalam Id, yaitu Eros dan Thanatos. Eros merupakan insting untuk bertahan hidup, dengan libido sebagai dorongan utama. Sedangkan Thanatos merupakan insting yang mendorong individu untuk berperilaku agresif dan destruktif.
b) Ego,
adalah strukutur kepribadian yang tidak diperoleh saat lahir, tetapi
dipelajari sepanjang berinteraksi dengan lingkungannya. Ego memiliki
kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan, merupakan eksekutif dari
struktur kepribadian yang bertugas memerintah, mengendalikan, dan
mengatur. Ego mempunyai tugas sebagai “penengah” antara
dorongan-dorongan biologis (Id) dan tuntutan atau hati nurani yang
terbentuk dari orang tua, budaya, dan tradisi ( superego). Ego bertindak
realistis dan berfikir logis dalam merumuskan rencana-rencana tindakan
bagi pemuasan kebutuhan. Hubungan antara ego dengan id, adalah bahwa ego
adalah tempat bersemayamnya inteligensi dan rasionalitas yang mengawasi
dan mengendalikan impuls buta id, sementara id hanya mengenal kenyataan
yang subyektif.
c) Superego,
adalah struktur kepribadian yang berhubungan dengan tindakan
baik-buruk, benar-salah. Superego dikembangkan dari kebudayaan dan nilai
sosial, terbentuk karena adanya interaksi dengan orang tua dan
masyarakat, merepresentasikan hal-hal yang ideal, dan mendorong individu
kepada kesempurnaan, bukan kesenangan semata. Dapat dikatakan superego
merupakan kata hati seseorang dan sebagai alat kontrol dari dalam
individu untuk menentang kehendak Id. Tempatnya pada alam sadar dan
terbentuk sejak kanak-kanak lalu terus berkembang hingga dewasa.
Sehingga menurut Freud, struktur
kepribadian merupakan sistem yang kompleks, karena adanya interaksi
antara tuntutan Id, dunia realitas yang dimiliki Ego dan harapan moral
Superego.
Periode Perkembangan Psikoseksual
Freud
berpendapat bahwa tahapan perkembangan individu yang terpenting terjadi
pada 5 tahun pertama kehidupannya, dan periode perkembangan
psikoseksual pada masa ini merupakan landasan bagi perkembangan
kepribadian individu selanjutnya,
1. Fase Oral (0 – 1 tahun)
Mulai
usia 0 – 1 tahun seorang bayi menjalani fase oral, pada masa ini mulut
dan bibir merupakan zona yang peka. Kebutuhan akan makanan dan
kesenangan dipuaskan dengan aktivitas menyusu pada ibunya. Benda-benda
yang dicari anak dapat menjadi pengganti bagi apa-apa yang sesungguhnya
diinginkannya, yakni makanan dan cinta dari ibunya.
Tugas
perkembangan utama fase oral adalah memperoleh rasa percaya, baik
kepada diri sendiri, dan orang lain. Cinta adalah perlindungan terbaik
terhadap ketakutan dan ketidakamanan. Anak-anak yang dicintai tidak akan
banyak menemui kesulitan dalam menerima dirinya, sebaliknya anak-anak
yang merasa tidak diinginkan, tidak diterima, dan tidak dicintai
cenderung mengalami kesulitan dalam menerima dirinya sendiri, dan
belajar untuk tidak mempercayai orang lain, serta memandang dunia
sebagai tempat yang mengancam. Efek penolakan pada fase oral akan
membentuk anak menjadi pribadi yang penakut, tidak aman, haus akan
perhatian, iri, agresif, benci, dan kesepian.
2. Fase Anal (1 – 3 tahun)
Tugas
perkembangan pada fase ini adalah anak harus belajar mandiri, dan
belajar mengakui dan menangani perasaan-perasaan negatif. Pada fase anal
anak banyak berhadapan dengan tuntutan-tuntutan orangtua, terutama yang
berhubungan dengan toilet training, dimana anak memperoleh pengalaman
pertama dalam hal kedisiplinan. Banyak sikap terhadap fungsi tubuh
sendiri yang dipelajari anak dari orangtuanya. Selama fase anal anak
akan mengalami perasaan-perasaan negatif seperti benci, hasrat merusak,
marah, dan sebagainya, namun mereka harus belajar bahwa
perasaan-perasaan tersebut bisa diterima. Hal penting lain yang harus
dipelajari anak adalah bahwa mereka memiliki kekuatan, kemandirian, dan otonomi.
3. Fase Phalic (3 – 5 tahun)
Pada
fase ini aktivitas seksual anak menjadi lebih intens dan lebih berpusat
pada fungsi alat kelaminnya, anak-anak menjadi lebih berhasrat untuk
melakukan eksplorasi terhadap tubuhnya, dan menemukan
perbedaan-perbedaan di antara kedua jenis kelamin. Fase Phalic juga
merupakan periode perkembangan hati nurani, dimana anak belajar mengenai
standar-standar moral. Selama fase ini anak perlu belajar menerima
perasaan seksualnya sebagai hal yang alamiah dan belajar memandang
tubuhnya sendiri secara sehat. Mereka membutuhkan contoh yang memadai
bagi identifikasi peran seksual, untuk mengetahui apa yang benar dan
salah, serta apa yang maskulin dan feminin, sehingga mereka memperoleh
perspektif yang benar tentang peran mereka sebagai anak laki-laki atau
anak perempuan.
4. Fase Laten (6 – 12 tahun)
Pada
fase Laten ketertarikan pada masalah seksual sudah berkurang, libido
ditekan dan anak mulai mengalihkan energinya ke kegiatan sekolah,
bersosialisai dengan teman, olah raga, dan hobi. Namun berkurangnya
perhatian pada masalah seksual itu bersifat laten dan masih akan terus
memberikan pengaruh pada tahap perkembangan kepribadian berikutnya.
5. Fase Genital (12 tahun ke atas)
Fase
genital dimulai pada usia 12 tahun, yaitu pada masa remaja awal dan
berlanjut terus sepanjang hidup. Pada fase ini energi seksual anak mulai
terarah kepada lawan jenis bukan lagi pada kepuasan diri melalui
masturbasi, dan anak mulai mengenal cinta kepada lawan jenis.
Mekanisme Pertahanan Diri
Bagaimana
ego mengatasi konflik antara tuntutan realitas, keinginan id, dan
hambatan super ego? Freud menerangkan mekanisme-mekanisme pertahanan
yang digunakan oleh individu untuk mengatasi kecemasan dan mencegah
terlukanya ego. Individu menggunakan pertahanan tergantung pada taraf
perkembangan dan tingkat kecemasan yang dialaminya. Beberapa mekanisme
pertahanan diri yang dikemukakan oleh Freud, di antaranya :
· Denial / Penyangkalan
Penyangkalan
adalah pertahanan melawan kecemasan dengan menutup mata terhadap
kenyataan yang mengancam. Individu mempunyai kecenderungan untuk menolak
sejumlah aspek kenyataan yang terlalu menyakitkan untuk diterima
· Proyeksi
Proyeksi
adalah mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh
ego kepada orang lain. Dengan proyeksi, individu akan menyalahkan orang
lain atas kesalahan yang dibuatnya sendiri, dan menyangkal bahwa dia
memiliki dorongan negatif
· Fiksasi
Fiksasi
yaitu terpaku/tetap pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal
karena individu memiliki kecemasan untuk mengambil langkah ke tahap
berikutnya. Anak yang memakai mekanisme pertahanan fiksasi biasanya
mempunyai hambatan dalam perkembangan dan menjadi tidak mandiri
· Regresi
Regresi yaitu melangkah mundur ke tahap perkembangan sebelumnya dimana tuntutan-tuntutannya tidak terlalu besar
· Rasionalisasi
Rasionalisasi
adalah menciptakan alasan-alasan yang “baik” untuk menghindarkan ego
dari cedera, memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan
menjadi tidak begitu menyakitkan
· Sublimasi
Sublimasi
yaitu menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau lebih dapat
diterima secara sosial, mekanisme pertahanan sublimasi ini lebih
bersifat positif karena individu mencari jalan lain bagi pengungkapan
perasaan agresinya dengan cara yang lebih bermanfaat
· Displacement
Displacement adalah mengarahkan energi kepada obyek atau orang lain ketika obyek asal tidak terjangkau
· Represi
Represi
adalah melupakan peristiwa traumatis yang bisa membangkitkan kecemasan,
dengan menekannya ke alam bawah sadar sehingga tidak lagi menjadi
hal-hal yang menyakitkan. Represi merupakan salah satu konsep Freud yang
paling penting, karena merupakan dasar bagi sebagian besar pertahanan
ego yang digunakan individu
· Formasi Reaksi
Formasi
reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat
tak sadar. Ketika perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan
ancaman, maka individu berusaha menampilkan tingkah laku yang berlawanan
untuk menyangkal perasaan-perasaan negatifnya.
D. HAKIKAT KONSELING
Secara
umum hakikat konseling adalah mengubah perilaku. Dalam pendekatan
psikonanalisa hakikat konseling adalah agar individu mengetahui ego dan
memiliki ego yang kuat, yaitu menempatkan ego pada tempat yang benar
yaitu sebagai pihak mampu memilih secara rasional dan menjadi mediator
antara Id dan Superego. Konseling dalam pandangan psikoanalisis adalah
sebagai proses re-edukasi terhadap ego menjadi lebih realistik dan
rasional. Terdapat 4 teknik dasar dalam konseling psikoanalisis, yaitu :
1. Asosiasi bebas
Merupakan
teknik utama dalam pendekatan psikoanalisa. Di sini konseli diminta
untuk memanggil kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan
pelepasan-pelepasan emosi yang berkaitan dengan peristiwa traumatis di
masa lampau. Pada teknik asosiasi bebas konseli mengalami proses
katarsis, dimana dia mendapatkan kebebasan untuk mengemukakan segenap
perasaan dan pikiran yang terlintas di benaknya, baik yang menyenangkan
maupun yang tidak. Biasanya dilakukan dengan cara konseli berbaring di
atas sofa sementara konselor duduk di belakang kepalanya sehingga tidak
mengganggu perhatian konseli pada saat melakukan asosiasi bebas.
Selama
proses berlangsung tugas konselor adalah mengenali peristiwa-peristiwa
yang di-repres dan dikurung oleh konseli dalam ketidaksadarannya.
Kemudian konselor menafsirkan pengalaman itu, menyampaikannya kepada
konseli dan membimbingnya ke arah peningkatan pemahaman atas dinamika
yang tidak disadari oleh konseli
2. Analisis mimpi
Freud
menyebut mimpi sebagai jalan istimewa menuju ketidaksadaran, sebab
melalui mimpi hasrat, kebutuhan, dan ketakutan yang tidak disadari bisa
terungkap. Mimpi memiliki 2 taraf isi yaitu isi laten dan isi manifes, isi laten terdiri dari motif-motif yang tersembunyi dan simbolis, sebaliknya isi manifes
yaitu gambaran yang tampak dalam mimpi yang dialami oleh individu.
Tugas konselor disini adalah untuk menyingkap isi laten yang tergambar
dalam isi manifes mimpi konseli, serta mengasosiasikannya guna
menyingkap makna-makna terselubung di dalamnya
3. Analisis resistensi
Resistensi
adalah sesuatu yang menghambat kelangsungan terapi dan mencegah konseli
mengungkapkan alasan-alasan kecemasannya. Freud berpendapat bahwa hal
ini tidak bisa dibiarkan karena akan menghambat proses konseling.
Penafsiran terhadap resistensi harus dilaksanakan untuk membantu konseli
menyadari alasan-alasan yang ada di balik resistensi dan kemudian mampu
menyelesaikan konfliknya secara realistis
4. Analisis transferensi
Transferensi
terjadi ketika terdapat sebuah “urusan yang belum selesai” dengan
orang-orang penting di masa lalu, yang terdistorsi ke masa sekarang dan
memberikan reaksi kepada konselor sebagaimana dia bereaksi terhadap ayah
atau ibunya pada masa kanak-kanak. Di sini konselor melakukan
penafsiran agar konseli mampu menembus konflik masa lalu,
dan menggarap konflik emosional yang terdapat pada hubungan
terapeutiknya bersama sang konselor.
E. KONDISI PENGUBAHAN
1. Tujuan
Menurut
Corey (2005), tujuan terapi psikoanalisa adalah untuk membentuk kembali
struktur karakter individu, dengan cara merekonstruksi, membahas,
menganalisa, dan menafsirkan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau,
yang terjadi di masa kanak-kanak. Membantu konseli untuk membentuk kembali struktur karakternya dengan menjadikan hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari oleh konseli. Secara spesifik, membawa konseli dari dorongan-dorongan yang ditekan (ketidaksadaran) yang mengakibatkan kecemasan kearah perkembangan kesadaran intelektual, menghidupkan kembali masa lalu konseli dengan menembus konflik yang ditekan, memberikan kesempatan kepada konseli untuk menghadapi situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya.
2. Peran Konselor
Karakteristik
konselor dalam psikoanalisa adalah membiarkan dirinya anonim serta
hanya berbagi sedikit saja perasaan dan pengalaman pribadinya kepada
konseli. Peran utama konselor dalam konseling ini adalah membantu
konseli dalam mencapai kesadaran diri, ketulusan hati, dan hubungan
pribadi yang lebih efektif dalam menghadapi kecemasan melalui cara-cara
yang realistis, serta dalam rangka memperoleh kembali kendali atas
tingkah lakunya yang impulsif dan irasional.
Konselor membangun hubungan kerja sama dengan konseli dan kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan. Konselor juga memberikan perhatian kepada resistensi konseli untuk mempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimpan dalam ketidaksadaran. Sementara
konseli berbicara, konselor berperan mendengarkan dan kemudian
memberikan tafsiran-tafsiran terhadap informasi konseli, konselor juga
harus peka terhadap isyarat-isyarat non verbal dari konseli. Salah satu
fungsi utama konselor adalah mengajarkan proses arti proses kepada
konseli agar mendapatkan pemahaman terhadap masalahnya sendiri,
mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara berubah, sehingga konseli
mampu mendaptakan kendali yang lebih rasional atas hidupnya sendiri.
3. Peran Konseli
Konseli
harus bersedia terlibat dalam proses konseling secara intensif, dan
melakukan asosiasi bebas dengan mengatakan segala sesuatu yang terlintas
dalam pikirannya, karena produksi verbal konseli merupakan esensi dari
kegiatan konseling psikoanalisa. Pada kasus-kasus tertentu konseli
diminta secara khusus untuk tidak mengubah gaya hidupnya selama proses
konseling. Dalam pelaksanaan konseling psikoanalisis, klien menelusuri
apa yang tepat dan tidak tepat pada tingkah lakunya dan mengarahkan diri
untuk membangun tingkah laku baru.
4. Situasi Hubungan
Dalam konseling psikoanalisis terdapat 3 bagian hubungan konselor dengan klien, yaitu aliansi, transferensi, dan kontratransferensi :
a. Aliansi yaitu sikap
klien kepada konselor yang relatif rasional, realistik, dan tidak
neurosis (merupakan prakondisi untuk terwujudnya keberhasilan
konseling).
b. Transferensi
1) pengalihan segenap pengalaman klien di masa lalunya terhadap orang-orang yang menguasainya, yang ditujukan kepada konselor
2) merupakan bagian dari hubungan yang sangat penting untuk dianalisis
3) membantu klien untuk mencapai pemahaman tentang bagaimana dirinya telah salah dalam menerima, menginterpretasikan, dan merespon pengalamannya pada saat ini dalam kaitannya dengan masa lalunya.
c. Kontratransferensi
Yaitu
kondisi dimana konselor mengembangkan pandangan-pandangan yang tidak
selaras dan berasal dari konflik-konfliknya sendiri. Kontratransferensi
bisa terdiri dari perasaan tidak suka, atau justru keterikatan atau keterlibatan
yang berlebihan, kondisi ini dapat menghambat kemajuan proses konseling
karena konselor akan lebih terfokus pada masalahnya sendiri. Konselor
harus menyadari perasaaannya terhadap klien dan mencegah pengaruhnya
yang bisa merusak. Konselor diharapkan untuk bersikap relatif obyektif
dalam menerima kemarahan, cinta, bujukan, kritik, dan emosi-emosi kuat
lainnya dari konseli.
F. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN PENDEKATAN PSIKONALISA
Kelemahan dari pendekatan ini adalah:
1. Pandangan yang terlalu determistik dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan.
2. Terlalu banyak menekankan kepada masa kanak-kanak dan menganggap kehidupan seolah-olah ditentukan oleh masa lalu. Hal ini memberikan gambaran seolah-olah tanggung jawab individu berkurang.
3. Cenderung meminimalkan rasionalitas.
4. Kurang efisien dari segi waktu dan biaya
Kelebihan dari pendekatan ini adalah:
1. Penggunaan terapi wicara
2. Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan dapat memahami sifat manusia untuk meredakan penderitaan manusia.
3. Pendekatan ini dapat mengatasi kecemasan melalui analisis atas mimpi-minpi, resistensi-resistensi dan transferensi-trasnferensi.
4. Pendekatan
ini memberikan kepada konselor suatu kerangka konseptual untuk melihat
tingkah laku serta untuk memahami sumber-sumber dan fungsi
simptomatologi.
DAFTAR PUSTAKA
Boeree C.,George, Dr. 2006. Personality Theories (terjemahan oleh Injiah Ridwan Muzir). Yogyakarta: Prismasophie
Capuzzi, D. & Gross, D.R. 2007. Counseling & Psychotherapy: Theories and Intervention. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice-Hall
Corey, G. 2005. Teori dan Praktek. Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Rafika Aditama
Latipun. 2001. Psikologi Konseling. UMM. Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar