PERSON CENTERED THERAPY
Rogers tidak menggambarkan perkembangan individu dalam tahapan
tertentu seperti laiknya Erikson dan beberapa psikolog kepribadian
lainnya. Rogers lebih mengarahkan teorinya untuk membingkai perkembangan
kepribadian melalui mekanisme-mekanisme yang dapat berlaku secara
universal. Kelemahan dari perspektif ini adalah kesulitan untuk
menerapkannya pada situasi umur yang berbeda, seperti pada usia
anak-anak di mana perkembangan kognitif belum seperti usia dewasa.
Catatan penting pada teori kepribadian rogers adalah self terbentuk
melalui pengalaman-pengalaman yang unik pada setiap individu. Pengalaman
tersebut, selanjutnya, dipersepsi menjadi bagian-bagian yang
disimbolisasikan menjadi konsep utuh self atau kepribadian. Pengalaman
dipahami menjadi nilai-nilai yang kemudian membentuk self. Karena itu
struktur self pada setiap orang dapat berubah dan berkembang sesuai
dengan situasi dan ragam pengalaman yang ditemui atau dirasakan.
Evaluasi adalah proses yang sangat mungkin terjadi pada struktur
self. Rogers menggarisbawahi bahwa evaluasi hanya dapat dilakukan
apabila self tidak merasa terancam. Evaluasi terjadi apabila individu
merasa bahwa pengalaman tertentu tidak sesuai dengan konsep self yang
aktual.
Konsep teori tentang kepribadian Rogers (Rogers dalam Corsini, 2011) mengacu pada sembilanbelas pokok pikiran tentang kepribadian, yaitu:
- Semua individu (organisme) berada di dunia pengalaman yang terus berubah. Pada konteks tersebut, individu tersebut adalah pusat perubahan.
- Individu atau organisme bereaksi terhadap perubahan fenomena sebagaimana hal tersebut dirasakan atau dipersepsikan. Fenomena yang dipersepsikan tersebut adalah realitas bagi individu.
- Organisme bereaksi sebagai satu unit yang utuh terhadap bidang fenomena.
- Individu memiliki kecenderungan dan upaya untuk mengaktualisasikan, menjaga dan memelihara status sebagai organisme yang terus memberikan makna atas pengalaman.
- Beberapa bagian dari keseluruhan ruang yang dipersepsi secara bertahap akan dipisahkan dan menjadi sesuatu yang disebut diri (self).
- Sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan –dan lingkungan sebagiannya adalah hasil interaksi dengan individu lain– self terbentuk, cair tapi konsisten pada persepsi tentang karakteristik dan hubungan antara aku (I sebagai subyek) dan aku lian (me sebagai obyek) bersama dengan pelbagai nilai yang terselip pada konsep-konsep tersebut.
- Sudut pandang terbaik untuk memahami kepribadian subyek tertentu mengacu pada kerangka yang mengacu langsung kepada individu.
- Perilaku secara prinsipil merupakan upaya yang diarahkan untuk memenuhi pelbagai kebutuhan sebagai sesuatu yang dialami pada ruang pengalaman langsung yang dipersepsi.
- Emosi menyertai dan memfasilitasi tujuan yang mengarahkan perilaku. Sementara bentuk emosi berhubungan dengan jenis perilaku yang dianggap berpengaruh untuk mempertahankan keberadaan individu.
- Nilai melekat pada pengalaman, sementara nilai menjadi bagian langsung dari struktur diri (self) dan nilai-nilai yang merupakan bagian dari struktur diri.
- Pengalaman yang terjadi dalam kehidupan individu beroperasi dengan cara: a) disimbolkan, dirasakan dan disusun dalam beberapa hubungan langsung dengan diri; b) diabaikan karena tidak ada hubungan yang dirasakan secara langsung pada struktur diri (self); dan c) indvidu menolak simbolisasi pengalaman karena tidak konsisten dengan struktur diri (self) tersebut.
- Hampir seluruh model perilaku yang diterima oleh individu adalah bentuk yang sesuai dan konsisten dengan konsep diri.
- Perilaku dapat disebabkan oleh pengalaman organik dan kebutuhan yang belum disimbolisasikan pada self.
- Penyesuaian psikologis terjadi apabila ketika konsep diri, seperti pengalaman viseral dan sensorik berasimilasi pada tingkat simbolis ke dalam hubungan yang konsisten dengan konsep diri pada individu.
- Kegagalan menyesuaikan diri secara psikologis ada terjadi apabila individu menyangkal pengalaman sensoris dan viseral. Akibatnya pengalaman tersebut tidak tersimbolisasikan and tertata pada struktur kepribadian. Situasi ini menyebabkan ketegangan atau potensi ketegangan psikologis.
- Pelbagai pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur kepribadian individu dinilai sebagai ancaman. Sikap ini dimunculkan untuk mempertahankan situasi kepribadian atau self itu sendiri.
- Self, pada situasi tertentu akan mengevaluasi pengalaman yang tidak konsisten dengan struktur kepribadian. Penilaian terhadap pengalaman tersebut akan direvisi. Hal ini terjadi apabila pengalaman yang tidak sesuai tersebut muncul dengan tidak menimbulkan ancaman atas struktur self itu sendiri.
- Ketika pengalaman sensoris tertentu diterima dan dipersepsi lalu disatukan ke dalam satuan sistem kepribadian, maka kecenderungan lain yang muncul adalah self akan lebih memahami keberadaan sesuatu yang lian dan memahami keberadaan individu lain sebagai yang terpisah dari dirinya.
- Karena individu memiliki sistem untuk mempersepsi dan menerima pelbagai pengalaman ke dalam struktur kepribadian, maka ia akan menyadari telah mengganti atau memperbaharui nilai-nilai terkini. Perubahan tersebut secara intensif mengacu pada kecenderungan introyeksi yang telah disimbolisasikan secara terdistorsi atau tersesuaikan melalui sebuah proses penilaian yang berkelanjutan pada individu.
Rogers memiliki konsep kepribadian individu yang secara utuh
berfungsi (fully functioning person). Konsep ini akan dijelaskan pada
bagian tujuan terapi menurut Rogers.
Munculnya Psikopatologi
Istilah kegagalan penyesuaian (maladjustment) menjadi istilah penting
dalam pemikiran Rogers menyangkut perkembangan psikopatologi. Istilah
ini berlawanan dengan istilah lain, yaitu individu yang berfungsi secara
utuh (fully functioning person). Ketidaksesuaian konsep diri dan
tindakan menyebabkan individu mengalami hambatan tertentu untuk
mengekspresikan dirinya atau sesuatu yang berkaitan langsung dengan
medan fenomena. Hal ini menyulitkan individu dalam proses kontak
langsung terhadap medan fenomena selanjutnya.Maladjusment juga
menyebabkan ketegangan berlangsung secara terus menerus selama
ketidaksesuaian tersebut masih terjadi dalam hubungan self dengan medan
fenomena.
Istilah ini menunjukkan situasi individu yang bertindak tidak sesuai
dengan konsep diri atau struktur kepribadian itu sendiri. Pengalaman
–yang dijalani– menjadi sesuatu yang bertolak belakang dengan situasi
kepribadian. Situasi inkongruen memaksa individu untuk bertindak sesuai
dengan potensi atau sistem yang dimiliki. Pertentangan antara struktur
kepribadian atau diri (self) selanjutnya menimbulkan ketegangan bagi
pribadi tersebut. Tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai dan
persepsi yang menjadi struktur self menimbulkan kecemasan yang lebih
lanjut menimbulkan persoalan lain. Inkongruensi menimbulkan sikap
bertahan yang membuat individu semakin sulit menerima hal-hal baru
akibat karut-marutnya hubungan antara struktur kepribadian dan
bentuk-bentuk tindakan.
Inkongruensi adalah konsekuensi dari dua bentuk tindakan dalam proses
mempersepsi, yaitu mendistorsi dan menyangkal. Mendistorsi berarti
kesalahan mempersepsi sesuatu untuk dapat diterima sebagai sebuah konsep
makna dalam self. Distorsi dapat terjadi akibat penghayatan yang
parsial atau tidak utuh pada pengalaman-pengalaman langsung pada medan
fenomena. Self yang terbentuk dari informasi yang tidak lengkap atau
salah dipahami akibat distorsi tidak akan terbentuk secara utuh pula.
Berbeda dengan distorsi, penolakan berarti individu meniadakan
pengalaman tertentu dari medan fenomena. Pada tataran koseptulisasi,
penolakan dilakukan dalam bentuk pengingkaran atau tindakan tidak
melibatkan pengalaman tertentu untuk turut dikonseptualisasi atau
disimbolisasi ke dalam self. Pengingkaran menjadikan pengalaman self
menjadi tidak utuh. Pemahaman yang tidak utuh ini menimbulkan masalah
baru ketika self menemukan fenomena serupa –sehingga tidak memiliki
referensi tindakan– atau ketika self membutuhkan sekuel pengalaman
tersebut untuk mengambil keputusan terkait dengan hal lain yang
berkaitan.
Ketidakselarasan menimbulkan dua kemungkinan, yaitu kecemasan dan
tindakan bertahan. Kecemasan timbul karena adanya perbedaaan antara
konsep self dengan tindakan dalam upaya untuk menyesuaikan sesuatu
denga. n medan fenomena. Sementara tindakan bertahan menyebabkan self
tidak memiliki respon yang baik atas perubahan-perubahan pada medan
fenomena yang kemudian menghasilkan ketegangan lain.
Kecemasan terus
menerus dapat dinilai kemudian menjadi adanya ancaman. Pada situasi
inkongruen, self bisa saja mengganti konsep kongruensi menjadi konsep
yang baru. Penggantian ini akan menjadikan self memiliki masalah yang
baru, mengingat pembentukan konsep tersebut dilakukan dalam situasi
ketidakselarasan. Semakin akutnya situasi inkongruensi pada self semakin
situasi self itu sendiri. Self kemudian semakin merasa berjarak, tidak
dapat merasakan secara utuh sebuah pengalaman akibat terbatasnya
penolakan. Pertemuan dengan medan fenomena yang serupa tidak dapat
diselesaikan oleh self akibat minimnya acuan penyelesaian masalah.
Tujuan Terapi
Tujuan terapi dalam konsep Rogers adalah membentuk individu yang secara utuh berfungsi (fully functioning person). Definisi fully functioning
person adalah orang yang mampu mengalami secara utuh hal yang dirasakan
dan mempersilakan kesadaran mengiringi secara bebas hal-hal yang
dialami.
Rogers (1961) menilai beberapa corak penting individu yang berfungsi secara penuh, yaitu:
a). Memiliki sikap terbuka pada pengalaman. Individu pada taraf ini menjauhkan diri dari tindakan menghindari atau bertahan atas pelbagai hal yang terjadi dan berkembang.
b). Kehidupan eksistensial yang tumbuh kembang. Taraf
ini mendorong individu untuk tidak melakukan distorsi atau pengingkaran
atas elemen-elemen medan fenomena. Situasi ini lebih memudahkan
individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
c). Pertumbuhan kepercayaan terhadap diri dan pribadi. Taraf
ini membuat individu memiliki kemampuan untuk menentukan
tindakan-tindakan yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi
kepribadiannya sehingga tidak menimbulkan inkongruensi.
d). Kebebasan memilih. Kekebasan memilih membuat
individu terbebas dari hal-hal yang berpotensi menekan atau menghalangi
self untuk tumbuh, menyesuaikan diri atau berkembang.
e). Munculnya kreativitas
Kreativitas menandai bahwa individu
telah mampu menyesuaikan diri dengan bebas terhadap medan fenomena.
Hal ini membuat individu merasa bebas tanpa harus merasa terhalangi
dengan situasi bertahan atau situasi yang mengancam. Kreativitas membuat
individu lebih mudah melakukan tindakan yang tepat sesuai dengan
struktur kepribadian.
f). Sikap konstruktif. Sikap ini bersungsi sebagai
salah satu penghubung antara self dengan medan fenomena. Hal ini
memudahkan self untuk membangun sikap-sikap yang penting dan sesuai
dengan medan fenomena.
g). Kehidupan yang utuh. Kehidupan yang penuh berarti
penerimaan atas medan fenomena secara penuh pula baik untuk aspek-aspek
yang mudah diterima (kegembiraan dan keselarasan) atau hal-hal yang
tidak mudah diterima (kesedihan dan kesusahan). Kedua aspek tersebut
dianggap sebagai bagian utuh yang dijalani dalam proses hidup tanpa
adanya ketertekanan. Penerimaan ini muncul dari sikap terbuka yang
menerima apa adanya medan fenomena dan menyikapinya secara tepat agar
tidak menimbulkan ketegangan atau persoalan eksistensial yang mendorong
munculnya kecemasan.
Proses Psikoterapi
Proses terapi dalam konsep Client Centered Therapy (CCT) Carl Rogers
langsung beranjak dari upaya terapis untuk memahami situasi yang melekat
pada klien dengan cara atau pendekatan yang diinginkan oleh klien
tersebut sendiri. Hal tersebut menjadi penting, mengingat terapis tidak
hanya perlu berempati terhadap hal yang disampaikan oleh klien, tetapi
juga menyangkut cara klien untuk menyampaikannya kepada terapis.
Sebagai
fasilitator, proses penting dari CCT adalah menghubungkan pelbagai
pengalaman dan perasaan agar secara utuh dirasakan dan dipahami oleh
klien. Pelbagai pengalaman dan perasaan terkait, dihubungkan satu dengan
yang lain untuk menemukan titik temu antar persoalan tersebut.
Penyelesaian persoalan tetap berada pada klien sebagai sumbu
utamanya. Artinya, terapis juga berfungsi menjadi fasilitator yang
menggali pelbagai kemungkinan dalam diri klien untuk menemukan solusi
bagi situasinya yang sesuai dengan kepribadian dan situasi aktual atau
medan fenomena yang dihadapi oleh klien. Rogers memberikan catatan bahwa
semua pengalaman tidak sepenuhnya dialami (the past experience has
never been completely experienced), karena itu salah satu tugas terapis
adalah mendorong agar klien menemukan potongan pengalaman yang
terdistorsi atau teringkari (denied) yang menimbulkan inkongruensi dan
berujung pada kecemasan atau persoalan psikologis.
Prinsip dasar terapi dengan tanpa mengarahan (nondirective therapy)
mengharuskan terapis menggali pengalaman klien secara utuh yang
memungkinkan klien turut menemukan pemecahan atas persoalan atau sesuatu
yang menghambat dan menjadi persoalan pada diri klien. Proses ini
membutuhkan penuhnya perhatian dan penghormatan terapis pada situasi,
kepribadian dan pengalaman klien tersebut. Klien menurut Rogers memiliki
independensi untuk menemukan cara dan metode untuk menyelesaikan
persoalannya sesuai dengan kenyamanan –yang mengacu pada konsep
kepribadian klien sendiri.
Peran Terapis Menurut Rogers
Terapis dalam CCT tidak berfungsi sebagai orang yang menyelesaikan
persoalan klien. Prinsip dasar psikoterapi Rogers yang menyebutkan
individu adalah yang berdaya dan berkemampuan menyelesaikan persoalannya
sendiri menempatkan terapis sebagai fasilitator bagi klien. Dalam hal
ini, terapi berfungsi untuk menghubungkan pelbagai pengalaman klien,
membangun pemahaman yang utuh, serta mendorong klien menemukan
keselarasan (kongruensi) dengan mengacu pada kenyamanan –self structure–
klien. Terapis bertugas untuk menciptakan situasi dan kehendak
terapeutik bagi klien sehingga dapat menemukan tindakan yang paling
tepat untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Karena
itu, fungsi terapis perlu selaras dengan prinsip terapi yang dikemukakan
oleh rogers, yaitu:
a). Pemahaman secara empatik atas situasi klien
b). Penghargaan tanpa syarat
c). Keselarasan atau kongruensi
d). Adanya iklim terapeutik yang diutamakan dalam situasi terapi
Kualifikasi dan Keterampilan Terapis
Penerapan terapi CCT setidaknya membutuhkan tiga aspek penting pada terapis yang menangani subyek terapi, yaitu:
a). Empati
Empati harus dibedakan sebelumnya dengan simpati. Empati mengacu
pada pengalaman dan pemaknaan –apa yang dirasakan– langsung dari subyek
yang mengalami. Terapis tidak mencapur pengalaman subyek dengan persepsi
pribadinya yang memiliki pengalaman sejenis atau berbeda. Sikap empati
menempatkan terapis dalam situasi yang alami untuk memahami situasi
klien. Kemampuan ini juga mengharuskan terapis memeriksa apakah
pemahamannya sesuai dengan pemahaman yang dimiliki oleh klien. Empati
adalah situasi alamiah yang mengalir mengacu pada klien, dan bukan dalam
bentuk refleksi yang mekanis atau mekanisme berkaca antara terapis dan
klien.
b) Peduli
Sikap ini ditandai dengan penghargaan tak bersyarat terhadap klien.
Terapis menghargai dengan pendekatan yang hangat, mengalir dan tanpa
syarat atas otentitas klien sebagai individu yang memiliki keunikan
pengalaman dan perasaan.
c). Otentitas
Maksud dari otentitas adalah kemampuan daan kesesuaian terapis untuk
menghubungkan pengalaman-pengalaman klien secara utuh dengan mengacu
pada klien. Tindakan ini tidak justeru tidak menggunakan pendekatan yang
berjarak melainkan menggunakan teknik yang mengalir dan tanpa batasan
jarak.
Daftar Pustaka
http://ensiklo.com/2014/07/mengenal-konsep-dan-metode-psikoterapi-carl-rogers/#Konsep_dan_Teori_Kepribadian_Menurut_Rogers
Corsini,. R.,J & Wedding,. D. (2011). Current Psychoterapist. Belmont: Brooks Cole Cengage Learning.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar