Rabu, 22 April 2015

Artikel ke 6 : Konsep Carl Rogers tentang Kepribadian, Unsur-unsur Terapi & Metode-metode Dalam Person Centered Therapy

 PERSON CENTERED THERAPY

Rogers tidak menggambarkan perkembangan individu dalam tahapan tertentu seperti laiknya Erikson dan beberapa psikolog kepribadian lainnya. Rogers lebih mengarahkan teorinya untuk membingkai perkembangan kepribadian melalui mekanisme-mekanisme yang dapat berlaku secara universal. Kelemahan dari perspektif ini adalah kesulitan untuk menerapkannya pada situasi umur yang berbeda, seperti pada usia anak-anak di mana perkembangan kognitif belum seperti usia dewasa. Catatan penting pada teori kepribadian rogers adalah self terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang unik pada setiap individu. Pengalaman tersebut, selanjutnya, dipersepsi menjadi bagian-bagian yang disimbolisasikan menjadi konsep utuh self atau kepribadian. Pengalaman dipahami menjadi nilai-nilai yang kemudian membentuk self. Karena itu struktur self pada setiap orang dapat berubah dan berkembang sesuai dengan situasi dan ragam pengalaman yang ditemui atau dirasakan.
Evaluasi adalah proses yang sangat mungkin terjadi pada struktur self. Rogers menggarisbawahi bahwa evaluasi hanya dapat dilakukan apabila self tidak merasa terancam.  Evaluasi terjadi apabila individu merasa bahwa pengalaman tertentu tidak sesuai dengan konsep self yang aktual.

Konsep teori tentang kepribadian Rogers (Rogers dalam Corsini, 2011) mengacu pada sembilanbelas pokok pikiran tentang kepribadian, yaitu:
  1. Semua individu (organisme) berada di dunia pengalaman yang terus berubah. Pada konteks tersebut, individu tersebut adalah pusat perubahan.
  2. Individu atau organisme bereaksi terhadap perubahan fenomena sebagaimana hal tersebut dirasakan atau dipersepsikan. Fenomena yang dipersepsikan tersebut adalah realitas bagi individu.
  3. Organisme bereaksi sebagai satu unit yang utuh terhadap bidang fenomena.
  4. Individu memiliki kecenderungan dan upaya untuk mengaktualisasikan, menjaga dan memelihara status sebagai organisme yang terus memberikan makna atas pengalaman.
  5. Beberapa bagian dari keseluruhan ruang yang dipersepsi secara bertahap akan dipisahkan dan menjadi sesuatu yang disebut diri (self).
  6. Sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan –dan lingkungan sebagiannya adalah hasil interaksi dengan individu lain– self terbentuk, cair tapi konsisten pada persepsi tentang karakteristik  dan hubungan antara aku (I sebagai subyek) dan aku lian (me sebagai obyek) bersama dengan pelbagai nilai yang terselip pada konsep-konsep tersebut.
  7. Sudut pandang terbaik untuk memahami kepribadian subyek tertentu mengacu pada kerangka yang mengacu langsung kepada individu.
  8. Perilaku secara prinsipil merupakan upaya yang diarahkan untuk memenuhi pelbagai kebutuhan sebagai sesuatu yang dialami pada ruang pengalaman langsung yang dipersepsi.
  9. Emosi menyertai dan memfasilitasi tujuan yang mengarahkan perilaku. Sementara bentuk emosi berhubungan dengan jenis perilaku yang dianggap berpengaruh untuk mempertahankan keberadaan individu.
  10. Nilai melekat pada pengalaman, sementara nilai menjadi bagian langsung dari struktur diri (self) dan nilai-nilai yang merupakan bagian dari struktur diri.
  11. Pengalaman yang terjadi dalam kehidupan individu beroperasi dengan cara: a) disimbolkan, dirasakan dan disusun dalam beberapa hubungan langsung dengan diri; b) diabaikan karena tidak ada hubungan yang dirasakan secara langsung  pada struktur diri (self); dan c) indvidu menolak simbolisasi pengalaman karena tidak konsisten dengan struktur diri (self) tersebut.
  12. Hampir seluruh model perilaku yang diterima oleh individu adalah bentuk yang sesuai dan konsisten dengan konsep diri.
  13. Perilaku dapat disebabkan oleh pengalaman organik dan kebutuhan yang belum disimbolisasikan pada self.
  14. Penyesuaian psikologis  terjadi apabila ketika konsep diri,  seperti pengalaman viseral dan sensorik berasimilasi pada tingkat simbolis ke dalam hubungan yang konsisten dengan konsep diri pada individu.
  15. Kegagalan menyesuaikan diri secara psikologis ada terjadi apabila individu menyangkal pengalaman sensoris dan viseral. Akibatnya pengalaman tersebut tidak tersimbolisasikan and tertata pada struktur kepribadian. Situasi ini menyebabkan ketegangan atau potensi ketegangan psikologis.
  16. Pelbagai pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur kepribadian individu dinilai sebagai ancaman. Sikap ini dimunculkan untuk mempertahankan situasi kepribadian atau self itu sendiri.
  17. Self, pada situasi tertentu akan mengevaluasi pengalaman yang tidak konsisten dengan struktur kepribadian. Penilaian terhadap pengalaman tersebut akan direvisi. Hal ini terjadi apabila pengalaman yang tidak sesuai tersebut muncul dengan tidak menimbulkan ancaman atas struktur self itu sendiri.
  18. Ketika pengalaman sensoris tertentu diterima dan dipersepsi lalu disatukan ke dalam satuan sistem kepribadian, maka kecenderungan lain yang muncul adalah self akan lebih memahami keberadaan sesuatu yang lian dan memahami keberadaan individu lain sebagai yang terpisah dari dirinya.
  19. Karena individu memiliki sistem untuk mempersepsi dan menerima pelbagai pengalaman ke dalam struktur kepribadian, maka ia akan menyadari telah mengganti atau memperbaharui nilai-nilai terkini. Perubahan tersebut secara intensif mengacu pada  kecenderungan introyeksi yang telah disimbolisasikan secara terdistorsi atau tersesuaikan melalui sebuah proses penilaian yang berkelanjutan pada individu.
Rogers memiliki konsep kepribadian individu yang secara utuh berfungsi (fully functioning person). Konsep ini akan dijelaskan pada bagian tujuan terapi menurut Rogers.

Munculnya Psikopatologi

Istilah kegagalan penyesuaian (maladjustment) menjadi istilah penting dalam pemikiran Rogers menyangkut perkembangan psikopatologi. Istilah ini berlawanan dengan istilah lain, yaitu individu yang berfungsi secara utuh (fully functioning person). Ketidaksesuaian konsep diri dan tindakan menyebabkan individu mengalami hambatan tertentu untuk mengekspresikan dirinya atau sesuatu yang berkaitan langsung dengan medan fenomena. Hal ini menyulitkan individu dalam proses kontak langsung terhadap medan fenomena selanjutnya.Maladjusment juga menyebabkan ketegangan berlangsung secara terus menerus selama ketidaksesuaian tersebut masih terjadi dalam hubungan self dengan medan fenomena.

Istilah ini menunjukkan situasi individu yang bertindak tidak sesuai dengan konsep diri atau struktur kepribadian itu sendiri. Pengalaman –yang dijalani– menjadi sesuatu yang bertolak belakang dengan situasi kepribadian. Situasi inkongruen memaksa individu untuk bertindak sesuai dengan potensi atau sistem yang dimiliki. Pertentangan antara struktur kepribadian atau diri (self) selanjutnya menimbulkan ketegangan bagi pribadi tersebut. Tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai dan persepsi yang menjadi struktur self menimbulkan kecemasan yang lebih lanjut menimbulkan persoalan lain. Inkongruensi menimbulkan sikap bertahan yang membuat individu semakin sulit menerima hal-hal baru akibat karut-marutnya hubungan antara struktur kepribadian dan bentuk-bentuk tindakan.

Inkongruensi adalah konsekuensi dari dua bentuk tindakan dalam proses mempersepsi, yaitu mendistorsi dan menyangkal. Mendistorsi berarti kesalahan mempersepsi sesuatu untuk dapat diterima sebagai sebuah konsep makna dalam self. Distorsi dapat terjadi akibat penghayatan yang parsial atau tidak utuh pada pengalaman-pengalaman langsung pada medan fenomena. Self yang terbentuk dari informasi yang tidak lengkap atau salah dipahami akibat distorsi tidak akan terbentuk secara utuh pula. Berbeda dengan distorsi, penolakan berarti individu meniadakan pengalaman tertentu dari medan fenomena. Pada tataran koseptulisasi, penolakan dilakukan dalam bentuk pengingkaran atau tindakan tidak melibatkan pengalaman tertentu untuk turut dikonseptualisasi atau disimbolisasi ke dalam self. Pengingkaran menjadikan pengalaman self menjadi tidak utuh. Pemahaman yang tidak utuh ini menimbulkan masalah baru ketika self menemukan fenomena serupa –sehingga tidak memiliki referensi tindakan– atau ketika self membutuhkan sekuel pengalaman tersebut untuk mengambil keputusan terkait dengan hal lain yang berkaitan.

Ketidakselarasan menimbulkan dua kemungkinan, yaitu kecemasan dan tindakan bertahan. Kecemasan timbul karena adanya perbedaaan antara konsep self dengan tindakan dalam upaya untuk menyesuaikan sesuatu denga. n medan fenomena. Sementara tindakan bertahan menyebabkan self tidak memiliki respon yang baik atas perubahan-perubahan pada medan fenomena yang kemudian menghasilkan ketegangan lain.
Kecemasan terus menerus dapat dinilai kemudian menjadi adanya ancaman. Pada situasi inkongruen, self bisa saja mengganti konsep kongruensi menjadi konsep yang baru. Penggantian ini akan menjadikan self memiliki masalah yang baru, mengingat pembentukan konsep tersebut dilakukan dalam situasi ketidakselarasan. Semakin akutnya situasi inkongruensi pada self semakin situasi self itu sendiri. Self kemudian semakin merasa berjarak, tidak dapat merasakan secara utuh sebuah pengalaman akibat terbatasnya penolakan. Pertemuan dengan medan fenomena yang serupa tidak dapat diselesaikan oleh self akibat minimnya acuan penyelesaian masalah.

Tujuan Terapi

Tujuan terapi dalam konsep Rogers adalah membentuk individu yang secara utuh berfungsi (fully functioning person). Definisi fully functioning person adalah orang yang mampu mengalami secara utuh hal yang dirasakan dan mempersilakan kesadaran mengiringi secara bebas hal-hal yang dialami.
Rogers (1961) menilai beberapa corak penting individu yang berfungsi secara penuh, yaitu:

a). Memiliki sikap terbuka pada pengalaman. Individu pada taraf ini menjauhkan diri dari tindakan menghindari atau bertahan atas pelbagai hal yang terjadi dan berkembang.

b). Kehidupan eksistensial yang tumbuh kembang. Taraf ini mendorong individu untuk tidak melakukan distorsi atau pengingkaran atas elemen-elemen medan fenomena. Situasi ini lebih memudahkan individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

c). Pertumbuhan kepercayaan terhadap diri dan pribadi. Taraf ini membuat individu memiliki kemampuan untuk menentukan tindakan-tindakan yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi kepribadiannya sehingga tidak menimbulkan inkongruensi.

d). Kebebasan memilih. Kekebasan memilih membuat individu terbebas dari hal-hal yang berpotensi menekan atau menghalangi self untuk tumbuh, menyesuaikan diri atau berkembang.
 
e). Munculnya kreativitas
Kreativitas menandai bahwa individu telah mampu menyesuaikan diri dengan  bebas terhadap medan fenomena. Hal ini membuat individu merasa bebas tanpa harus merasa terhalangi dengan situasi bertahan atau situasi yang mengancam. Kreativitas membuat individu lebih mudah melakukan tindakan yang tepat sesuai dengan struktur kepribadian.
 
f). Sikap konstruktif. Sikap ini bersungsi sebagai salah satu penghubung antara self dengan medan fenomena. Hal ini memudahkan self untuk membangun sikap-sikap yang penting dan sesuai dengan medan fenomena.
 
g). Kehidupan yang utuh. Kehidupan yang penuh berarti penerimaan atas medan fenomena secara penuh pula baik untuk aspek-aspek yang mudah diterima (kegembiraan dan keselarasan) atau hal-hal yang tidak mudah diterima (kesedihan dan kesusahan). Kedua aspek tersebut dianggap sebagai bagian utuh yang dijalani dalam proses hidup tanpa adanya ketertekanan. Penerimaan ini muncul dari sikap terbuka yang menerima apa adanya medan fenomena dan menyikapinya secara tepat agar tidak menimbulkan ketegangan atau persoalan eksistensial yang mendorong munculnya kecemasan.

Proses Psikoterapi

Proses terapi dalam konsep Client Centered Therapy (CCT) Carl Rogers langsung beranjak dari upaya terapis untuk memahami situasi yang melekat pada klien dengan cara atau pendekatan yang diinginkan oleh klien tersebut sendiri. Hal tersebut menjadi penting, mengingat terapis tidak hanya perlu berempati terhadap hal yang disampaikan oleh klien, tetapi juga menyangkut cara klien untuk menyampaikannya kepada terapis.
Sebagai fasilitator, proses penting dari CCT adalah menghubungkan pelbagai pengalaman dan perasaan agar secara utuh dirasakan dan dipahami oleh klien. Pelbagai pengalaman dan perasaan terkait, dihubungkan satu dengan yang lain untuk menemukan titik temu antar persoalan tersebut.
Penyelesaian persoalan tetap berada pada klien sebagai sumbu utamanya. Artinya, terapis juga berfungsi menjadi fasilitator yang menggali pelbagai kemungkinan dalam diri klien untuk menemukan solusi bagi situasinya yang sesuai dengan kepribadian dan situasi aktual atau medan fenomena yang dihadapi oleh klien. Rogers memberikan catatan bahwa semua pengalaman tidak sepenuhnya dialami (the past experience has never been completely experienced), karena itu salah satu tugas terapis adalah mendorong agar klien menemukan potongan pengalaman yang terdistorsi atau teringkari (denied) yang menimbulkan inkongruensi dan berujung pada kecemasan atau persoalan psikologis.
Prinsip dasar terapi dengan tanpa mengarahan (nondirective therapy) mengharuskan terapis menggali pengalaman klien secara utuh yang memungkinkan klien turut menemukan pemecahan atas persoalan atau sesuatu yang menghambat dan menjadi persoalan pada diri klien. Proses ini membutuhkan penuhnya perhatian dan penghormatan terapis pada situasi, kepribadian dan pengalaman klien tersebut. Klien menurut Rogers memiliki independensi untuk menemukan cara dan metode untuk menyelesaikan persoalannya sesuai dengan kenyamanan –yang mengacu pada konsep kepribadian klien sendiri.

Peran Terapis Menurut Rogers

Terapis dalam CCT tidak berfungsi sebagai orang yang menyelesaikan persoalan klien. Prinsip dasar psikoterapi Rogers yang menyebutkan individu adalah yang berdaya dan berkemampuan menyelesaikan persoalannya sendiri menempatkan terapis sebagai fasilitator bagi klien. Dalam hal ini, terapi berfungsi untuk menghubungkan pelbagai pengalaman klien, membangun pemahaman yang utuh, serta mendorong klien menemukan keselarasan (kongruensi) dengan mengacu pada kenyamanan –self structure– klien. Terapis bertugas untuk menciptakan situasi dan kehendak terapeutik bagi klien sehingga dapat menemukan tindakan yang paling tepat untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Karena itu, fungsi terapis perlu selaras dengan prinsip terapi yang dikemukakan oleh rogers, yaitu:
a). Pemahaman secara empatik atas situasi klien
b). Penghargaan tanpa syarat
c). Keselarasan atau kongruensi
d). Adanya iklim terapeutik yang diutamakan dalam situasi terapi

Kualifikasi dan Keterampilan Terapis

Penerapan terapi CCT setidaknya membutuhkan tiga aspek penting pada terapis yang menangani subyek terapi, yaitu:

a). Empati

Empati harus dibedakan sebelumnya dengan  simpati. Empati mengacu pada pengalaman dan pemaknaan –apa yang dirasakan– langsung dari subyek yang mengalami. Terapis tidak mencapur pengalaman subyek dengan persepsi pribadinya yang memiliki pengalaman sejenis atau berbeda. Sikap empati menempatkan terapis dalam situasi yang alami untuk memahami situasi klien. Kemampuan ini juga mengharuskan terapis memeriksa apakah pemahamannya sesuai dengan pemahaman yang dimiliki oleh klien. Empati adalah situasi alamiah yang mengalir mengacu pada klien, dan bukan dalam bentuk refleksi yang mekanis atau mekanisme berkaca antara terapis dan klien.

b) Peduli

Sikap ini ditandai dengan penghargaan tak bersyarat terhadap klien. Terapis menghargai dengan pendekatan yang hangat, mengalir dan tanpa syarat atas otentitas klien sebagai individu yang memiliki keunikan pengalaman dan perasaan.

c). Otentitas

Maksud dari otentitas adalah kemampuan daan kesesuaian terapis untuk menghubungkan pengalaman-pengalaman klien secara utuh dengan mengacu pada klien. Tindakan ini tidak justeru tidak menggunakan pendekatan yang berjarak melainkan menggunakan teknik yang mengalir dan tanpa batasan jarak.

Daftar Pustaka

http://ensiklo.com/2014/07/mengenal-konsep-dan-metode-psikoterapi-carl-rogers/#Konsep_dan_Teori_Kepribadian_Menurut_Rogers
 
Corsini,. R.,J & Wedding,. D. (2011). Current Psychoterapist. Belmont: Brooks Cole Cengage Learning.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar